Minggu, 13 November 2011

Disaat Hujan Tiba

Disaat Hujan Tiba

Musim penghujan baru saja tiba. Angin sepoi – sepoi di pagi hari, membuatku menggigil kedinginan tapi kelihatannya bukan aku saja yang kedinginan, burung – burung pun juga, buktinya tidak ada seekor burung pun yang berkicau. Hanya ada secangkir teh panas yang memeriahkan pagi yang mendung ini.
Pohon – pohon ori di sekeliling rumahku bergemeretak tak karuan, mereka bagaikan ingin berbicara padaku bahwa hujan tak lama lagi akan segera turun. Dan benar saja beberapa menit kemudian hujan turun dengan lebatnya dan disertai angin yang bertiup kencang sehingga membuat beberapa batang ori itu kian menjuntai ke bawah, hampir setinggi 1,5 meter di atas permukaan tanah.
Saat hujan tiba, semua orang di rumahku sibuk, ibuku sibuk meneduhkan alat – alat dapurnya, ayahku sibuk dengan binatang ternaknya, dan aku sendiri sibuk menampung air hujan yang masuk, sebab atap rumah kami bocor.
Sekarang sudah hari ke 3. Hujan tak kunjung reda, dan alangkah terkejutnya diriku, saat kubuka pintu rumah, air telah menggenang di kanan dan depan rumahku, saat kucoba untuk turun ke air, air itu telah mencapai lututku, lutut anak usia 11 tahun. Tapi untunglah air itu tidak masuk rumahku tidak juga masuk ke rumah tetanggaku.
Tanah tempat rumah kami berdiri memang lebih rendah dari tanah – tanah tetanggaku, sehingga apabila hujan turun, semua air secara tidak langsung akan terkumpul di dekat rumahku. Air itu telah 1 minggu menggenang, jadi selama 1 minggu, aku bisa melihat , lintah, katak, siput, ular, bebek bahkan ikan yang hilir mudik, seolah mereka bahagia dengan keadaan itu.
Akhirnya air mulai mereda secara perlahan, dan semuanya berjalan normal kembali, bebek – bebek milik tetangga telah kembali ke kandangnya dan cacing – cacing tanah telah kembali ke lubangnya, air itu hanya menyisakan sedikit kenang – kenangan bagi kami, yaitu kutu air di setiap jari kaki.
Kejadian itu telah terjadi 3 tahun yang lalu, dan sekarang kami telah pindah, kami hanya sesekali mengunjungi rumah bambu itu. Tapi aku merasa beruntung pernah tinggal disana, karena di sanalah aku belajar melompati pagar tetangga (karena tidak ada jalan lain saat banjir) dan mengetahui apa itu arti belajar (belajar tidak hanya di sekolah tapi juga di alam, di lumpur pun kita bisa belajar, karena di sana masih ada cacing atau rumput yang masih dapat di pelajari).
Aku baru tersadar dari lamunanku, saat secangkir teh yang telah lama kupegang menumpahi bajuku. Teh dan cangkir yang sama persis dengan teh panas 3 tahun yang lalu.
Dan sekarang aku teringat, bahwa aku belum membuat cerpen untuk guru bahasa Indonesiaku, akhirnya dengan susah payah dan peluh yang mengucur deras aku berhasil membuat kalimat pertama yaitu, “Musim penghujan baru saja tiba”.


Ori = sejenis pohon bambu, tapi terdapat banyak duri di pangkal batangnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar